Menguasai Internet dan Langit Internet
Pepatah di atas langit masih ada langit memang benar adanya. Beberapa perusahaan raksasa teknologi sudah berada dalam jalur untuk menguasai “langit” internet. Dimulai dengan membangun fondasi yang kuat, jaringan dan sistem yang solid, mereka serius terbang ke langit internet dengan menciptakan teknologi “awan-awannya” sendiri.
Bisa jadi ke depannya fenomena big data tidak hanya menjadi privilege bagi korporasi, pemerintah, atau perusahaan besar saja. Organisasi kecil, usaha kecil, bahkan individu pun, nantinya bisa menikmati fenomena pendayagunaan volume data yang masif untuk berbagai keperluan. Hebatnya lagi, semakin banyak ruang dan fitur yang disediakan secara gratis!
Google salah satunya, dari awal selalu mengusung semangat open source, bahkan dari sejak kepiawaiannya menciptakan mesin pencari yang bisa digunakan oleh siapa pun, kapan pun, dan menjadi salah satu halaman yang paling banyak dikunjungi di dunia. Kini Google berusaha menguasai langit internet. Misinya agar semakin banyak orang bisa “terbang” di langit internet dengan lebih leluasa dan gratis.
Amazon sebagai salah satu pemain besar industri internet sebenarnya sudah lebih dulu melesat ke awan internet dan bermain dalam industri cloud computing. Banyak orang mengenal Amazon sebagai toko buku online dengan sistem canggih yang memungkinkan pelanggan merasakan pengalaman berbelanja online sekaligus dimanja oleh teknologi CRM yang sangat memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Tapi, apakah itu inti bisnis Amazon? Tentu bukan. Amazon membangun jaringan server dan cloud dengan jangkauan luas dan kekuatan besar. Layanan web Amazon menyediakan serangkaian layanan infrastruktur masif, seperti computing power, teknologi penyimpanan, serta networking dan database. Ya benar, diam-diam Amazon sebenarnya lebih dulu menjadi market leader meninggalkan Google jika berbicara cloud computing. Sementara banyak orang masih menganggap Amazon hanya sebagai salah satu toko buku atau ritel online terbesar.
Selain Amazon, Microsoft juga bisa menjadi pesaing berat dalam industri cloud. Microsoft mengatakan baru-baru ini menancapkan data center di daerah Toronto dan Quebec, dan akan membuka lagi di Seoul, Korea Selatan. Microsoft mengklaim telah beroperasi di 24 daerah, dan berencana membuka 8 daerah lagi dalam waktu dekat.
Sebagai salah satu pemain yang dominan di internet, Google telah sukses menguasai tanah dan membangun fondasi kuat di atasnya. Layaknya fondasi yang kuat, internet adalah Google, Google adalah internet. Inilah mengapa orang sering berkata, “Tanya saja sama Google”, jika mereka tidak tahu jawaban atas pertanyaan Anda.
Filosofi open source juga yang memampukan Google sukses dengan sistem operasi Android-nya. Ini karena Android bukan sekadar sistem operasi, tapi mampu menjadi wadah bagi para pengembang web, untuk dapat memasang dan menjalankan segala aplikasi hasil karyanya di platform Android yang dibangun Google ini. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, secara cepat tumpah ruahlah berbagai aplikasi hebat memasuki Android, sehingga platform ini sukses merajai teknologi mobile.
Fondasi internet, sistem, dan jaringan mobile yang sudah dikuasai ternyata masih belum cukup bagi Google. Kini Google serius membangun platform di “langit internet”. Ya benar, cloud computing yang dilengkapi dengan machine learning adalah fokus Google selanjutnya. Bagi yang menekuni big data, tentu istilah machine learning sudah tak asing lagi.
Teknologi machine learning inilah yang dipercaya bisa menjadi diferensiasi dan daya saing dari platform cloud milik Google, yang bernama “Google Cloud Platform” (GCP). Google percaya bahwa teknologi machine learning akan menjadi standar baru di industri cloud. Machine learning sendiri adalah suatu teknologi yang memampukan apa pun yang diprogram atau disusun oleh data, bisa mempunyai kemampuan untuk melihat, mendengar, memahami, dan memproses segala informasi yang ada.
Google memang harus berusaha menciptakan teknologi cloud yang tak hanya reliable dan gratis, tapi juga harus mempunyai diferensiasi atau keunikan sendiri dibanding yang lain. Ini karena dalam dunia cloud, Google ternyata masih tertinggal, terutama jika dibandingkan dengan layanan cloud Amazon dan Microsoft. Seperti dikutip dari tulisan Amir Sodikin (Kompas April 2016), dari sisi pendapatan teknologi cloud Google masih berada di bawah Amazon yang menguasai 31% market share, diikuti oleh Microsoft Azure 9%, dan IBM 7%.
Tak tanggung-tanggung, untuk membekali perjuangan Google dalam menggarap proyek cloud-nya, Diana Greene, pendiri dan mantan CEO perusahaan VMware—perusahaan software virtualisasi Amerika Serikat—pun direkrut. Greene adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam bidang virtualisasi, sekaligus Cloud Computing. Sementara itu, VMware bergerak dalam bidang virtualisasi yang memudahkan para programer, teknisi, atau pengembang untuk mengelola pusat data dan server. Diana Greene sendiri menjabat Senior Vice President untuk Google Cloud Platform.
Bayangkan segala data, aplikasi, serta berbagai fitur yang disediakan Google digabung dengan segala sumber daya (data, aplikasi, fitur) milik Anda bisa digunakan di mana pun dan kapan pun. Gmail, Google Translate, Google Maps, Google+, Google Calendar, Google Drive, serta segala aplikasi lainnya bisa dimanfaatkan secara terintegrasi untuk memudahkan pekerjaan yang ada. Semua orang akan bisa punya kesempatan untuk mengolah data sendiri menjadi informasi yang bermanfaat bagi mereka.
Kelak perusahaan bahkan individu bisa mempunyai kemampuan untuk bekerja tanpa batasan jarak dan waktu. Bahkan penyimpanan dan pengolahan data tersedia luas dengan berbagai fitur. Para programer dan pengembang web atau aplikasi bisa menciptakan aplikasi cerdas yang mempunyai kemampuan pengolahan data sendiri. Mereka bahkan dapat membangun model yang bisa menganalisis serta mengubah data atau informasi menjadi insight dan masukan yang berguna.
Tentu dengan segala pilihan, kemudahan, dan fasilitas tersebut, Andalah yang harus memutuskan seberapa jauh ingin “terbuka” dengan Google. Alasannya sederhana, karena Google akan menyimpan dan memonitor segala data yang diberikan. Ini artinya, pihak yang tak berkepentingan pun bisa punya peluang mengakses dengan segala cara, baik legal maupun ilegal ke segala data/informasi tersebut.
Faktor privasi tentu akan menjadi pertimbangan tersendiri. Sebab apa pun yang pernah tersimpan di internet, tak akan benar-benar bisa dihilangkan lagi. Seperti dalam dialog pada film The Social Network yang mengatakan apa pun yang pernah dituliskan di internet akan tertulis dengan tinta permanen, bukan pensil. “To give or not to give”. Pikirkan benar-benar sebelum memberikan data berharga Anda untuk disimpan dan diolah di internet.
Referensi marketing.co.id