Rabu, 21 Maret 2018 17:29:35
Dilihat sebanyak 2,475 kali

Yunani Krisis Hutang? Bagaimana Dengan Negara Kita

Yunani Krisis Hutang? Bagaimana Dengan Negara Kita
Berita UKM Nasional Liputan Media

BISNISRIAU – Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, menilai sehatnya sektor keuangan bukan jaminan suatu negara aman dari ancaman krisis. Salah satu ancaman datang dari aspek utang.

“Kalau kita lihat indikator-indikator dari kinerja sektor keuangan, terutama perbankan, relatif sehat. Apakah potensi krisis di sektor keuangan ada? Kita hampir yakin menjawab, relatif tidak mengkhawatirkan,” jelasnya di Kantor INDEF, Jakarta, Rabu (21/3).

Dia mengingatkan, utang pernah menjadi penyebab krisis suatu negara baru-baru ini yakni Yunani. Krisis Yunani terjadi pada 2011, atau tak lama berselang dari krisis ekonomi 2008.

Rental Mobil Instagram Post

Enny mengatakan, ada kemiripan indikator antara apa yang terjadi di Yunani pada saat itu dengan yang dialami Indonesia saat ini.

Dia menyatakan, kondisi utang Indonesia pada akhir 2017 yang diklaim Rp 7.000 triliun (terdiri dari utang pemerintah dan swasta), memiliki tanda-tanda seperti Yunani. Adapun rincian utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.128 triliun, utang luar negeri yang mencapai USD 177 miliar atau sekitar Rp 2.389, dan utang luar negeri swasta sebanyak USD 172 miliar atau sekitar Rp 2.322 triliun.

Jumlah utang tersebut, menurut dia, membuka kemungkinan lebih tinggi karena masih belum termasuk dengan utang yang dilakukan pihak BUMN. Hal ini, tambahnya, perlu menjadi lampu kuning bagi seluruh pihak.

“Negara juga seperti individu. Apa yang membuat kita bisa tidur nyenyak karena adanya utang? Ya kalau kita mampu bayar,” pungkas dia.

Sebagai informasi, utang Yunani menjadi penyebab krisis negara tersebut dampak dari resesi Eropa. Rasio utang terhadap PDB Yunani yang mencapai 177 persen menjadi penyebab negara miskin tersebut sulit melunasinya.

Keputusan Yunani bergabung dengan Uni Eropa dan mengganti mata uang menjadi Euro juga menjadi penyebab lain. Jika Yunani tidak bergabung, ada kemungkinan negara tersebut mendevaluasi mata uangnya (drachma) untuk menggenjot ekspor. Namun, karena memakai Euro, hal ini tidak dapat dilakukan.

Segala kejadian ini membuat Yunani divonis gagal membayar sebesar USD 1,7 miliar kepada Dana Moneter Internasional (IMF).

Sumber: merdeka.com

 

About Wiwit Cahyati

I'm Graphic Designer, Programmer