JAKARTA – Tren pertumbuhan perdagangan elektronik dalam rentang lima tahun terakhir kian mendesak para pemangku terkait, termasuk pelaku usaha, menyiapkan strategi guna menghadapi transisi perdagangan ritel. Jika tidak, perdagangan offline berisiko terancam.
Data Bank Indonesia menunjukkan kontribusi ritel online (daring) dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Bank In donesia mencatat peningkatan ter tinggi terjadi pada 2014 ke 2015.
Pada 2015, kontribusi ritel daring sebesar 1% dari total seluruh trans aksi ritel di Indonesia. Jumlah ter se but mengalami peningkatan dari kon disi 2014 yang sebesar 0,6%.
Geliat ritel daring juga terlihat dari gelaran Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2016. Sejak digelar Senin (12/12), sejumlah pelaku usaha perdagangan elektronik mengklaim meraup peningkatan transaksi lebih dari 50%.
Tahun lalu, ajang serupa membukukan total transaksi Rp2,1 triliun sehingga para pelaku industri meyakini tahun ini transaksi bisa menembus target sebesar Rp6,1 triliun.
Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai tren kenaikan jumlah transaksi tersebut seiring dengan pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia.
Menurut dia, fenomena tersebut harus mulai disikapi oleh pelaku usaha baik ritel fisik maupun daring.
“World Economic Forum saat ini menyebutkan dunia sedang memasuki revolusi industri ke-4, salah satunya perdagangan digital. Harus ada switching model bisnis untuk para pemain lama di sektor ini dari model konvensional ke model digital. Jika tidak, tren ini pada akhirnya akan mengganggu perdagangan offline dan para pemain lama,” kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (13/12).
Faisal mengakui proporsi transaksi melalui ritel daring belum terlalu dominan. Namun, sambung nya, ruang pertumbuhan bagi sektor ini masih sangat besar. Dengan adanya ruang pertumbuhan tersebut, Faisal mendorong para pelaku usaha untuk menggunakan analisa big data untuk memantau pertumbuhan kelas menengah yang dinilai memiliki daya beli tinggi.
Menurut dia, saat ini baru 7%-8% pengguna Internet yang benar-benar melakukan transaksi secara daring.
RAMBU TRANSAKSI
Di sisi lain, pemerintah telah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Tujuannya, untuk menjamin transaksi yang berlangsung antara pelaku usaha PMSE dengan konsumen.
Direktur Bina Usaha Kementerian Perdagangan Fetnayeti mengungkapkan saat ini RPP Transaksi PMSE sedang dalam tahap harmonisasi dengan pihak Kemenkumham. Pihak Kemendag telah melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha selama proses perumusan regulasi tersebut.
“Fungsi utamanya memang untuk melakukan proteksi transaksi perdagangan yang ber langsung antara pelaku dan kon sumen agar berlangsung dengan aman,” kata Fetnayeti.
RPP tersebut nantinya akan mengatur proses transaksi yang berlangsung dalam PSME. Poin utama yang menjadi perhatian ada lah regulasi tentang pelaku usaha dalam sistem perdagangan tersebut.
Sementara itu, para pelaku usaha berharap regulasi yang nantinya berlaku tidak mempersulit industri, sehingga industri terus bertumbuh.
Head of Corporate Communication & Public Affairs JD.ID Teddy Arifianto menilai saat ini industri perdagangan elektronik Indonesia sedang memasuki tahap pendewasaan.
“Saat ini sedang terjadi transisi baik dari pelaku usaha maupun konsumen. Dengan demikian, diperlukan peningkatan literasi e-commerce. Perlindungan konsumen menjadi isu penting yang harus terus diperhatikan agar industri ini bisa terus tumbuh,” jelas Teddy.
Visit web sumber : KLIK DISINI