Pria Ini Sukses Jualan Boneka Tanpa Modal, Kok Bisa ?

Pria Ini Sukses Jualan Boneka Tanpa Modal, Kok Bisa ?
Berita UKM Nasional Dunia UKM Kisah Sukses

BisnisRiau, Jakarta – Tak ada rumus khusus dalam menjalankan usaha. Bahkan pelakunya sendiri kadang takjub dengan apa yang terjadi dengan usahanya.

Sesuatu yang direncanakan kadang tak berhasil. Tapi sesuatu yang kadang tak direncanakan justru jadi jalan pembuka bagi kelancaran bisnisnya.

Muhammad Munaji (33) adalah salah satu orang yang sudah merasakan ‘misteri’ dalam usaha yang dijalaninya sejak lima tahun lalu sebagai pengusaha boneka dengan label Alfian Toys. Boneka sepertinya memang sudah menjadi pilihan dan jalan hidup bagi lelaki asal Rembang ini.

Rental Mobil Instagram Post

Ia memulai berkenalan dengan dunia boneka ketika menjadi karyawan di pabrik boneka di daerah Bekasi pada 1999. Ia menekuni profesi sebagai pekerja di pabrik boneka hingga tahun 2009.

Tahun 2009 merupakan titik balik pertama bagi perjalanan usahanya. Waktu itu, tanpa direncanakan olehnya, ada sebuah pabrik boneka di daerah Sentul, Bogor yang menawarinya untuk menjadi pemasok boneka di pabrik tersebut.

Pabrik tersebut bersedia menyewakan tempat usaha selama dua tahun plus memberikan bahan baku boneka. Syaratnya dia harus memproduksi boneka sesuai dengan pesanan pabrik tersebut.

Ia merasa takjub waktu itu, karena ia memulai usaha tersebut terhitung tanpa modal uang. Ia dimodali oleh orang lain.

Setahun pertama pesanan pabrik tersebut lancar. Menjelang 1,5 tahun pesanannya mulai menurun. Hal ini membuat dirinya mulai ketar-ketir. Lelaki yang biasa dipanggil Aji ini memikirkan nasib 15 karyawannya bila pesanan menurun.

Di saat berbarengan pesanan menurun, pabrik tersebut memberi tawaran agar Aji bergabung. Aji mau bergabung di pabrik tersebut, tapi dengan syarat semua karyawannya ditarik dan dijadikan karyawan di pabrik tersebut. Tapi pihak pabrik menolak.

“Jadi menjelang dua tahun dan menjelang masa kontrak workshop boneka saya habis, pesanan dari pabrik justru menurun. Saya bingung waktu itu. Sempat diskusi ke istri juga tentang kelanjutan usaha ini apakah mau terus atau tidak. Kalau pesanan tetap fluktuatif saya khawatir usaha akan gulung tikar,” kata Aji.

Dia pun kemudian memutar otak dan mencari info tempat penjualan boneka. Jakarta adalah incaran berikutnya untuk mencari pembeli. Aji pun kemudian mencari pemesan di Jakarta dengan frekuensi 2-3 kali seminggu.

Pasar Gembrong, Pasar Pagi Mangga Dua, hingga Tangerang diputarinya untuk mencari pelanggan. Tapi hasilnya kurang memuaskan. Beberapa calon konsumen yang kebanyakan pedagang boneka hanya memesan sekitar 60 boneka dalam sebulan. Jika dalam satu area ada 5 pedagang boneka, maka ia hanya membuat sekitar 300 boneka.

“Dengan tenaga kerja saya yang jumlahnya belasan, pesanan itu bisa saya selesaikan dalam sehari. Sisanya terus karyawan harus ngapain. Terus terang bingung waktu itu,” tambahnya.

Di saat hatinya gundah, seorang buyer dari Jakarta meneleponnya. Dia mengaku mendapat kontak dari salah satu rekan Aji. Buyer tersebut datang ke workshopnya di daerah Citeureup, Bogor dan menyatakan berminat memesan boneka.

Aji tak muluk-muluk waktu itu. Dengan pesanan seribu boneka perbulan, dia bisa menutup biaya produksi dan membayar gaji karyawan. Itu hal pertama yang ada di pikirannya.

Di luar dugaannya, orang tersebut ternyata memesan sebanyak 10 ribu boneka dan harus diselesaikan dalam waktu dua bulan. Aji pun kelimpungan. Bukan masalah kapasitas produksi yang tak bisa dipenuhinya, tapi modal untuk membeli bahan boneka yang tak ada.

Dia pun kemudian jujur menyatakan kepada calon pembeli tersebut bahwa dia tak punya cukup modal untuk membeli bahan yang menurut taksirannya nilainya mencapai puluhan juta rupiah. Setelah menyatakan kondisinya, dia pasrah dan menyerahkan keputusan kepada calon pembeli apakah pesanan jadi diteruskan atau tidak.

Setelah berkata begitu, sang calon pembeli mengeluarkan dompet. Aji berpikir orang tersebut akan mengeluarkan cek. Sebab, tak mungkin uang sebanyak itu muat di dalam dompet. Tak disangka Aji, orang tersebut mengeluarkan selembar kartu nama sembari berkata: “Datang ke toko material boneka ini dan ambil sesuai kebutuhan. Bilang dari saya.” Kata calon pemesan.

Aji pun kemudian pergi ke toko di Bekasi sesuai petunjuk dari calon pembeli tersebut. Dan benar, hanya bermodal kartu nama dia bisa mengambil bahan dalam jumlah yang sangat banyak. Itulah titik balik kedua usaha Aji yang terjadi pada pertengahan 2011. Dan pembeli yang memodalinya kartu nama untuk membeli bahan tersebut menjadi pelanggannya hingga sekarang.

Menurut Aji, produksi boneka di workshopnya jumlahnya naik turun tergantung pesanan. Tapi rata-rata sekitar 5000 pcs per bulan dengan harga jual variatif antara Rp 20 ribu sampai di atas Rp 100 ribu. Dia tak membuka berapa omzet per bulannya.

“Yang penting itu bisa untuk menggaji karyawan secara lancar,” katanya.

Soal rencana ke depan, dia ingin membuat usaha ini mapan secara kualitas dan branding. Sekarang ini dia sedang mengajukan sertifikasi SNI dari Badan Standarisasi Nasional untuk produk Alfian Toys.

Sebab, isu mainan anak standar SNI sudah jadi isu nasional. Perajin seperti dirinya harus bisa memberikan garansi bahwa mainan yang diproduksinya memang aman bagi pembeli, khususnya anak-anak. Aji pun menyadari pentingnya mainan aman bagi anak sesuai standar SNI.

Selain itu dia juga mulai membangun sistem toko boneka online. Di era digital seperti sekarang ini, internet bisa jadi sarana untuk melakukan ekspansi bisnis. Dia yakin upaya-upaya yang dilakukan ini akan bermanfaat untuk mempertahankan dan juga membesarkan Alfian Toys.

Sumber: Detik.com

About Isti RWD